Minggu, 16 September 2012

perbaikilah, tapi jangan dirubah

terkadang diantara kita ingin memerubah berbagai sifat yang buruk dari kita karna disindir sama pacar, dimarahi orang tua, bahkan karna dijauhi teman sebayanya. tetapi tak sedikit orang yang sudah merubah sifat meraka yang semula yang dulunya Egois, Keras kepala, mau menang Sendiri, atau mungkin yang lainnya, tetap disindir dan diCemo'oh oleh teman kita.

kita mungkin pernah mendengar teman kita berkata "elu tuh harus kayak gini,.......", "saran gw yah lu harus...." dan sebagainya, dan terkadang kita sempat berfikir "apa yang harus gw lakukan supaya.......". sebenarnya, yang harus kita lakukan adalah memperbaiki sifat kita, bukan merubahnya. karena pandangan teman yang satu berbeda dengan teman yang lain.

semoga apa yang saya dapat sampaikan ini berguna... terimakasih

Minggu, 22 April 2012

Setetes air mata Untukmu



Matahari kian condong kearah Barat, menampilkan  lukisan yang luar biasa. Aku berpacu oleh jam agar dapat sampai kerumah dengan cepat.
“sialan... kalo aja gak ada lu, gwe gak bakalan kemaleman kayak gini fan,” keluh ku.
“nasi udah jadi nasi goreng ris, ini juga semuanya salah lo, coba kalo gak ngeladenin preman yang ada dipasar itu, pasti kita udah dirumah dari tadi” bela Ifan.
 Kami berdua berlari dari gang ke gang lain agar tidak ketahuan oleh 3 Preman pasar yang kami temui, aku yang tidak tega dengan Pengemis yang diPalak oleh Preman itu langsung baku Hantam dengan mereka, dan jadilah seperti ini, kejar-kejar laksana bermain kucing dan anjing. Aku menarik Ifan untuk Bersembunyi diBalik beberapa tong minyak yang sudah berkarat disalah satu warung diseberang pasar. Jantung kami berdetak semakin kencang karena ketiga Preman itu berada dibalik tong yang dijadikan tempat kami bersembunyi.
“kemana bocah ingusan itu, kampret... kalo sampe gwe tangkep,... udah jadi Bakso mereka” kata Preman yang paling tua dengan marah.
kami seakan terlepas dari kepungan macan ditengah hutan. Langsung ketika itu kami berlari kearah rumah kamisambil berdoa agar tidak ketemu lagi preman itu.
“untung mereka Bego ya ris,”
 “kiralah,.. kalo kita sempet bersuara tadi, udah jadi bakso kita,...!”.
“ris, aris.... cepet bangun,... mau sampe kapan kamu tidur terus,...!!!” suara ibuku membangunkanku dengan geram. Apabila aku disuruh memilih berkelahi dengan Preman atau membentak ibuku, lebih baik aku berkelaih dengan Preman, karena ibuku itu menguasai 3 seni beladiri Indonesia dan dulunya selalu menang perlombaan Pencak silat, dan ayahku yang seorang wartawan, jadilah aku seperti ini. Hampir setiap hari aku berkelahi dengan Preman-Preman sok keren dan anak-anak punk yang lain. Dengan menggunakan sepeda, aku menuju sekolah yang terletak 13 Km dari rumahku itu. Ketika sampai dikoridor, seseorang dan berjilbab Putih sesuai dengan kulitnya yang cerah, dan senyum yang sangat manis mengarahkan senyumnya kearahku, akupun membalas senyumnya. Rina namanya. Dia orang yang sangat kucintai, walau aku mencintainya sejak SMP, namun aku pendam cinta ini dalam-dalam. Mungkin benar juga kata seorang guru SMPku dulu, wanita adalah kelemahan Laki-laki, dan laki-laki adalah kelemahan wanita. Sampai kapan cinta ini terus kupendam? Tanyaku dalam hati.
Bel pulang sekolah waktu yang paling dinanti, ratusan siswa SMA  keluar kelas ibarat bebek keluar dari kandang, saling rebutan pintu keluar, termasuk aku.
 “Aris, tunggu..”
“ada apa fan,” sahutku
“kamu liat deh keparkiran sepeda.” Tunjuk Ifan
Langsung kumengarahkan pandanganku kearah parkiran sepeda yang ada disamping kanan kelasku. Tiba-tiba aku melihat Rina, Salsa, Nanda sedang menuntun sepedanya.
“itukan Rina, Salsa, sama Nanda, maksudnya apa?”  “coba lue kamu deketin Rina, udah lamakan lue kamu suka sama dia, ungkapin rasa cintalu sama dia” bujuk Ifan
“pengennya fan, tapi gwe  takut.....”
“ditolak? Itu hal yang wajar, masa lue yang sering menang Pencak silat  takut ungkapin perasaan kecewek si Ris,” Ledek Ifan.
Tanpa peduli ocehan dari Ifan, langsung ku jemput sepedaku yang masih berada diParkiran, dan bergegas pulang. Sampai dijalan raya aku melihat Rina dengan sepedanya dari kejauhan, jilbabnya yang terhempas oleh angin dan tangan putihnya yang memegang stang sepedanya membuatku terhempas dalam lamunan. Ketika kukayuh sepedaku, terdengar suara “gubrakkk!!!” dari arah kanan, tak jauh dari posisiku, terjadi sebuah tabrak lari antara mobil dan sebuah sepeda dan pengendaranya terjatuh kepinggir jalan, dan mobil tersebut melaju kecepatannya semakin kencang. Langsung ku mengenali orang itu dan ternyata adalah Rina. Jantungku seakan berhenti ketika melihat Rina tak sadarkan diri, tanpa pikir panjang ku gendong Rina, mengambil tasnya dan memanggil taksi, hanya sedikit orang yang membantu kami. Ketika sampai dirumah sakit, diriku yang penuh dengan darah dan air mataku langsung mendobrak ruang UGD dan beberapa suster kaget akan kehadiran kami. “dokter.. tolong, tolong teman saya....” teriakku sambil menangis.
Dengan berlumuran darah kududuk disamping ruang tunggu, dan tidak lama orang tua Rina datang dengan wajah sedih dan takut. Bahkan ibu Rina tak berhenti-henti tuk menangis. Sambil kumerenungi nasib, kubuka tas Rina yang sudah robek, didalamnya terdapat banyak buku dan sebuah amplop berwarna merah muda yang diberi parfum. Ku ambil amplop itu dan bertuliskan “untuk aris”. Kubuka secara perlahan amplop itu dan ternyata sebuah surat.
Untuk aris yang selalu ceria
Sudah lama aku mengenalmu tetapi hanya sekedar nama yang kutahu darimu. Ingin rasanya kita berbincang-bincang diwaktu luang dan pulang bersama. Tapi, rasanya tak mungkin. Aku merasakan suatu hal yang aneh bila bertemu denganmu, dan mungkin ini  yang dikatakan cinta. Sudah lama kutulsi surat ini, kukira aku tak bisa mengirimnya kepadamu karena aku benar-benar malu bila berpapasan denganmu.
Dari Rina Azizah salsabila
                Hatiku semakin pilu, airmataku tak bisa berhenti. Kugengam surat itu erat-erat. Sudah lebih dari 5 jam ku duduk dan menunggu proses operasi, dan air mataku tak kunjung berhenti. Kudengar pintu terbuka, dan dokter keluar dengan ekspresi yang begitu tenang. “bagaimana keadaannya dokter, apa Rina sudah sadar?”cemas Ibu Rina, “dia baik-baik saja, pendarahannya sudah bisa diatasi dan sekarang hanya butuh menenangkan kondisi kejiwaannya saja, bapak, ibu, dan anak itu boleh masuk, tapi, jangan sampai dia terlalu lelah,” kata dokter. Kami bertiga langsung menghampiri Rina yang terbaring lemah dikasurnya, dan ia tersenyum, senyuman yang menandakan kerinduan. “siapa yang bawa aku kesini pak” tanya rina dengan lemah. “aris yang bawa kamu sampai sini rin, dan bapak dan ibu langsung kerumah sakit,” “terimakasih ya ris, kalo aja kamu gak ada waktu itu, pasti aku....” “gak usah kayak gitu,yang penting sekarang kamu baik-baik aja, oh ya aku permisi dulu, orang tuaku sudah menunggu dirumah.” jawabku. “sekali lagi terimakasih ya ris” kata ibu rina, dan kubalas dengan anggukan penuh senyum. Sambil kupegang surat itu erat-erat, dan tatapan rina menuju kesurat yang kupegang, ia tersenyum, hampir menangis. Ku pulang dengan rasa cinta ygna begitu dalam. Suatu saat nanti akan kuungkapkan rasa ini padanya, aku berjanji.\



basic true story:alfi al islami